Senin, 29 April 2013

Nonton Bareng Film 9 Summers 10 Autumns bersama Klub Buku Bogor dan NBC IPB

Alhamdulillah bulan April di tahun 2013 ini banyak berkahnya, salah satunya bisa menjadi salah satu pemenang FF 100 kata yang di selenggarakan oleh Klub Buku Bogor dan NBC IPB. Hadiahnya mendapatkan sebuah buku yang berjudul "Random: Akan Membuka Mata". Ada dua pemenang dari lomba FF 100 kata ini, pemenang yang satu lagi mendapatkan sebuah novel "9 Summers 10 Autumns" versi cover film. Meski hanya mendapatkan sebuah buku rasanya bahagia karena FF karya saya bisa dibaca oleh panitia Klub Buku Bogor dan bersaing dengan yang lainnya.

Selain itu, saya juga mendapatkan tiket nonton bareng 9 Summers 10 Autumns yang di selenggarakan oleh NBC IPB dari kuis di twitter. Sepertinya melengkapi kehadiran untuk datang ke Bogor. Singkat cerita, memang saya sudah berencana mau nonton film 9 Summers 10 Autumns bareng saudara sepupu saya yang ada di Bogor karena sudah memiliki dua voucher yang tinggal ditukar tiket film apa saja di loket (itu pun hadiah dari nge-kuis yang belum sempat ditukarkan).

Sayangnya, pas hari Minggu itu saya tidak bisa hadir soalnya mamah baru pulang hari Jum'at malam yang sempat membuat saya khawatir tidak ada kabar berita dan belum pulang. Rencana mamah saya berangkat ke Bekasi itu hanya sehari dan sudah hampir tiga hari belum pulang juga. Tambah khawatir dengan membaca kabar di twitter pada hari Jum'at dini hari, saya terbangun dari tidur kaget membaca berita Ustadz Jeffry Al-Bukhori telah meninggal dunia karena kecelakaan. Membaca itu membuat saya susah memejamkan mata dan terus memikirkan mamah yang tidak ada kabar beritanya. Sempat galau juga di twitter beberapa hari sebelum ada kabar dari mamah. Akhirnya, pagi hari baru ada kabar dari saudara sepupu saya Dhea M Wulandhika katanya mamah ada di Bogor. Loh dari Bekasi ke Bogor dulu? Pantes lama pulangnya.

Sepulang dari Bekasi dan Bogor hampir tiga hari, mamah kelihatan kelelahan. Itu artinya, saya tidak bisa hadir ke acara nonton bareng 9 Summers 10 Autumns hari Minggu, 28 April 2013 di BTM Bogor. Tidak tega juga meninggalkan mamah sendirian dan kalau diajak ke Bogor juga khawatir kecapekan di jalan dengan kondisi yang kurang fit seperti itu. Tambah bingung juga, bagaimana ini? Hadiah buku dari Klub Buku Bogor dan tiket nonton dari NBC IPB bisa hangus kalau tidak hadir hari Minggu besok. Akhirnya, ada ide menghubungi adik sepupu saya Dhea M Wulandhika yang tinggal di Bogor untuk mewakilkan saya hadir di acara tersebut. Rencana saya sebenarnya dengan Annisa Aulia tapi karena Annisa lagi di pulang ke rumah di Jakarta, ada acara arisan keluarga jadi saya kasihkan ke Dhea. Annisa di Bogor hanya kos karena masih kuliah di IPB.

Langsung kirim email ke Klub Buku Bogor bahwa saya tidak bisa hadir ke acara tersebut dan diwakilkan adik sepupu saya Dhea M Wulandhika. Saya juga memberi no kontak Klub Buku Bogor ke adik sepupu saya itu agar mudah komunikasi nantinya.

Masih dibuat khawatir karena dapat balasan dari adik sepupu saya yang katanya tidak jadi datang karena kesiangan. Mungkin Dhea kira nontonnya sekitar jam 11 pagi, langsung saya balas pesannya bahwa acara nobar sekitar jam setengah tiga sore. Barulah adik sepupu saya berangkat menuju BTM. Lega rasanya. Setidaknya sudah menghibur adik sepupu saya itu dengan film yang inspiratif ini. Agar menularkan semangat positif mas Iwan Setyawan pada Dhea yang saat ini masih kuliah di Universitas Pakuan Bogor.

Sepertinya adik sepupu saya itu sangat sumringah karena mendadak dapat pesan singkat darinya "Udah selesai teh filmnya, filmnya seru, inspiratif dan lucu", katanya. Saya tersenyum bacanya. Akhirnya bisa menghibur juga ya ^____^

Meski saya tidak bisa hadir dalam acara nobar 9 Summers 10 Autumns di BTM pada hari Minggu, 28 April 2013 kemarin itu tapi saya bisa merasakan semangat positif para pemenang nobar dan salah satunya adik sepupu saya Dhea M Wulandhika yang ikut hadir disana. Moga saja filmnya kali ini bisa mengulang kesuksesan novelnya yang sudah terbit dua tahun yang lalu (2011).

Dan meski tidak hadir di acara tersebut saya mempunyai beberapa foto acara nobar 9 Summers 10 Autumns di BTM hari Minggu kemarin yang di selenggarakan Klub Buku Bogor dan NBC IPB. Saya mendapatkan foto-foto tersebut dari Klub Buku Bogor.

Ini dia beberapa foto yang akan saya masukkan dalam posting-an blog saya kali ini. Beberapa foto sebagai kenang-kenangan bahwa saya pernah menang lomba FF 100 kata (dapat hadiah buku) dan menang tiket nobar 9 Summers 10 Autumns dari nge-kuis di twitter. Alhamdulillah ya ^______^

                                          Acara nobar 9 Summers 10 Autumns di BTM Bogor

Senang rasanya melihat adik sepupu saya Dhea M Wulandhika yang hadir mewakili saya. Itu dia kedua dari kanan yang memakai kemeja warna pink sambil memegang buku.

                                         Kelihatan sumringah dari wajah para pemenang nobar ^__^

Sebelum nonton filmnya, ada acara sesi tanda tangan dulu. Penasaran seru atau tidaknya sesi tanda tangan bisa dilihat yuk beberapa fotonya yang juga saya dapat dari Klub Buku Bogor.



Moga nanti bulan Mei saya tidak lagi ketinggalan acara seru di Bogor, masih berhubungan dengan mas Iwan Setyawan penulis novel "9 Summers 10 Autumns" yang inspiratif ini. Kali ini saya ingin memenuhi janji saya pada Annisa Aulia yang sudah mengajak saya dari jauh hari sebelum acaranya dimulai. Semoga ^___^


Rabu, 24 April 2013

[Review] 9 Summers 10 Autumns



Judul buku: 9 Summers 10 Autumns
Penulis: Iwan Setyawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Februari 2011
Tebal: 224 halaman
ISBN: 978-979-22-6766-2




Meraih Mimpi dari Kota Apel ke The Big Apple
Yeayy! Besok mulai tanggal 25 April 2013 serentak film 9 Summers 10 Autumns tayang di bioskop di berbagai kota di Indonesia. Senangnya, akhirnya film yang ditunggu-tunggu akhirnya tayang juga. Sebelum menonton yuk baca novelnya atau mungkin baca ulang novelnya. Ada cerita sedikit mengenai novelnya. Sekitar bulan Februari kemarin, ada acara di Klub Buku Bandung yang membahas soal novel 9 Summers 10 Autumns ini yang berlokasi di Potluck Kitchen. Singkat cerita, aku mendaftarkan seorang sahabatku datang ke acara tersebut. Pas acara justru aku yang berhalangan hadir di acara tersebut. Jadi, sahabatku yang datang ke acara itu sendirian. Baik hatinya sahabatku itu malah memberikan oleh-oleh buatku novel 9 Summers 10 Autumns itu. Katanya aku menang. Alhamdulillah dapet tanda tangan penulisnya juga dengan kalimat penyemangat: “Berlayar. Terus Berlayar” dari penulisnya.
            
Inilah hasil bacaanku tentang novel 9 Summers 10 Autumns. Meski sudah terbit dua tahun yang lalu (2011), tak ada salahnya kan membaca sekarang ini. Bagiku tak ada kata terlambat untuk membaca buku. Dan kebetulan menyambut filmnya akan tayang serentak mulai besok jadi tak ada salahnya membaca novelnya dulu.
            
Bapakku, sopir angkot yang tak bisa mengingat tanggal lahirnya. Dia hanya mengecap pendidikan sampai kelas 2 SMP. Sementara ibuku, tidak bisa menyelesaikan sekolahnya di SD. Dia cermin kesederhanaan yang sempurna. Empat saudara perempuanku adalah empat pilar kokoh. Di tengah kesulitan, kami hanya bisa bermain dengan buku pelajaran dan mencari tambahan uang dengan berjualan pada saat bulan puasa, mengecat boneka kayu di wirausaha kecil dekat rumah, atau membantu tetangga berdagang di pasar sayur.
            
Ketika bapak menginginkan aku menggantikannya mencari nafkah sebagai sopir angkot yang kemudian aku malah diterima di IPB. Bapak memarahi ibu habis-habian. Dibuktikan semangat keras dan akhirnya lulus dengan nilai terbaik di IPB. Setelah lulus kuliah bekerja di Jakarta dan bisa membantu mengirimkan uang untuk keluargaku di desa. Berkat kerja keras dan ketekunanku bekerja akhirnya aku direkomendasikan salah seorang teman bekerja di New York.
            
Terbanglah aku ke New York. New York City bukan impian masa kecilku, bukan keinginan gilaku. New York City bukan keinginan yang muncul dari mimpi dan dari rumah mungilku. New York City adalah buah kerja keras, keprihatinan dan kejujuran. New York City adalah buah “kehangatan” rumah kecil kami. Dan, dari jalanan di New York City ini, aku berani menelusuri masa kecilku kembali.
            
Setelah melewati 9 Summers 10 Autumns aku merindukan desa kecilku, rumahku dan keluargaku. Dua bulan setelah aku mengirimkan farewell e-mail, aku meninggalkan New York. Sebuah surat aku temukan di salah satu buku yang akan kubawa pulang. Sebuah surat yang belum sempat aku berikan kepada bocah kecil itu. Ia ada di hatiku, pikirku. Biar kusimpan secarik kertas ini untukku, untuknya.
            
Aku tak bisa memilih masa kecilku.
            
Masa kecilku mungkin tak seindah dan selepas mereka, tapi kehangatan di bawah rumah kecilku telah menyelamatkanku. Jalan hidupku mungkin akan berbeda, I would have been so lost, tanpa kesederhanaan Ibu, tanpa perjuangan keras Bapak, tanpa cinta yang hangat dari saudara-saudaraku. Memori masa kecil membuat aku bijak dalam mengenal diriku sekarang.
             
Kalimat paling ajaib di hampir bagian akhir novel ini. “Melihat air mata Ibu jatuh saat itu, I told my self, I will not let this happen again. I want to make her a happy mother, a very happy mother. I want to do something for my family. I love them so much. Dari sinilah aku mulai melihat hidup ini tak hijau lagi.”
            
Itulah hasil bacaanku mengenai novel 9 Summers 10 Autumns ini. Membacanya akan terasa mata berkaca-kaca. Tapi, aku nggak setuju kalau novel ini hanya menjual kesedihan. Bukan seperti itu, justru banyak nilai-nilai inspiratif sebagai penyemangat hidup. Melihat hidup lebih optimis lagi. Ada makna yang lebih dari hanya sekadar menjual kesedihan. Mungkin bagi sebagian orang ini bukan karya sastra melainkan autobiografi penulisnya, memang mungkin seperti itu. Tak terlalu penting mengenai hal itu, yang terutama pesan yang hendak disampaikan penulisnya tersampaikan dengan baik pada pembacanya. Dan itu rasanya lebih dari cukup.
             
Bagi yang tak sabar menonton filmnya, tenang ya karena besok sudah mulai filmnya tayang di bioskop. Selamat menonton adopsi dari novelnya yang tak kalah bagusnya. Semoga filmnya juga mengulang kesuksesan novelnya.

Selasa, 23 April 2013

Me and Family: Makan Ketupat Yuuuk...!

Me and Family: Makan Ketupat Yuuuk...!

Bahagia itu sederhana, bisa kumpul bareng keluarga. Sayangnya, kumpul bareng keluarga itu tidak bisa dinikmati setiap saat. Ada kalanya terpisah ruang dan waktu. Nah, ini dia salah satu foto selesai shalat Idhul Fitri tahun kemarin. Sepulang dari mesjid langsung menyerbu ke dapur untuk menyantap hidangan ketupat dan kari ayam makanan khas lebaran. Saking kelaperan maka heboh suasana di dapur sambil foto-foto pula ^___^ Kapan lagi yah bisa kumpul bareng keluarga? Rada susah juga sih soalnya masing-masing tinggal di kota yang berbeda. Ada yang di Jakarta, Bandung, Cirebon, Tasik dan Bekasi. Kangen kumpul bareng keluarga, miss this moment :D

                                      Pulang shalat Ied langsung menyerbu dapur ^___^

Mudah-mudahan bisa kumpul bareng lagi, makan-makan lagi, foto-foto bareng lagi di suasana dan acara berikutnya. Bentar lagi udah mau puasa Ramadhan dan lebaran Idhul Fitri lagi yah? Cepet bener deh >.< Perasaan baru kemarin. Waktu memang cepat berlalu.

Sekian dulu yaaaaa... 

Postingan ini diikutsertakan dalam CAPek-Ma Berbagi  dengan Tema “Me and Family”.


Senin, 22 April 2013

[Review] Sherlock Sam and the Missing Heirloom in Katong

Title: Sherlock Sam and the Missing Heirloom in Katong
Author: Felicia Low - Jimenez
Publisher: epigram book Singapore
Published:  2012
Page: 105 pages

                                                                  dok. koleksi pribadi

Sherlock Sam and the Missing Heirloom in Katong is a children’s book. I am very exited to read this book. Felicia Low – Jimenez make the giveaway on goodreads and I have entered for the giveaway. And then I am the winners of the ten people to win copy this book. Felicia Law to send this book for me from Singapore. Felicia was born and raised in Singapore. She started work in the book industry after completing her degree in Business Administration. She also attained her graduate degree in Literary Theory from the University of New England in New South Wales, Australia. The Sherlock Sam series is Felicia’s debut writing effort, after accumulating years of experience buying, selling and marketing books.

Sherlock Sam, Singapore’s greatest kid detective. Sherlock Sam will stop at nothing to solve the case, no matter how big or small! Sherlock Sam, a ten year old boy with eyes bigger than his tummy, Sherlock’s heroes are Sherlock Holmes, Batman and his dad. Extremely smart and observant, Sherlock often takes it upon himself to solve any and all mysteries-big aor small. He love comics and superheroes.

Watson, built by Sherlock to be his trusty, cheery sidekick, Watson is, instead, a grumphy “old man” who is reluctantly drawn into Sherlock’s adventures; or as Watson perceives then, his misadventures. Watson is environmentally friendly.

Wendy is Sherlock’s older sister. Jimmy is Sherlock’s classmate, Jimmy is the only boy in a Peranakan family with four sisters. Dad, an engineer, Sherlock’s dad is ascientific genius, but is rather forgetful and bumbling in real life. Mom, a homemaker, Sherlock’s mom is half-Peranakan and is contstantly experimenting in the kitchen. Auntie Kim Lian, a Peranakan matriarch, Auntie Kim Lian is renowned for the cooking skills. Fiercely protective of her grandchildren and her family recipes, she loves cooking for Sherlock Sam because he loves her food.

“Sam, are you ready? It’s Saturday! We are having breakfast with Jimmy and Auntie Kim Lian at Chin Mee Chin, remember?”

“Of course I do!” I said, kicking the last crumb beneath the bed. I loved eating breakfast at Chin Mee Chin Confectionery. It was my favourite place in Katong, but Mom said I could not go too often.

The little bakery along East Coast Road was very crowded. Jimmy and his grandma, Auntie Kim Lian, were already there and had saved us seats. Auntie Kim Lian was Pearanakan, like Mom and her family had lived in Katong for generations.

Chin Mee Chin was special to Mom because the bakery still looked like it did in the old photographs her family had taken when she was a little girl.

“Do you want to come over to Auntie’s house later? I am thinking of making your favourite ayam buah keluak.”

Of course I did! Auntie Kim Lian’s ayam buah keluak was legendary! “Auntie Kim Lian has been cooking ayam buah keluak since before I was born!” Mom said.

“Hello, Auntie Kim Lian! Nice to see you here. I wanted to thank you for your help that day! I couldn’t have finished my project without your precious family recipe book,” he said.

“Oh, hello, dear,” Auntie Kim Lian replied, smilling. “It was no problem at all Your mom is my good friend, of course I will help her soon.”

“Next time, Auntie will cook for me, right?”

Auntie Kim Lian laughed and agreed.

***

Family recipe book is so precious, consider it a family heirloom. This recipe book has been in my family for many generations. Even before my grandparents came to Singapore from Malacca. Mak Cho is grandmother Auntie Kim Lian. Mak Cho started writing her home-cooked recipes when she married my Kong Cho. It was very important for Peranakan women to learn to cook well for their husbands back then.

Auntie Kim Lian can’t find recipe book.

“let’s retrace your steps, Auntie. When was the last time you had the recipe book?” Sherlock Sam asked.

One of the first rules of detective work is to start from the very beginning. People often forget important details that seem small to them. It’s my job to find out what they are.

“Sherlock-should-ride-a-bicycle-before-dinner,” Watson Said.
Two weeks ago Auntie Kim Lian haven’t used it since. It was a Sunday. Auntie Kim Lian did bring it to Katong Antique House that day. The young man was going to photograph it along with other Peranakan family heirlooms for this project.

***

When Auntie Kim Lian’s precious Peranakan cookbook disappears, Sherlock Sam cannot eat her delicious ayam buah keluak anymore! Will Sherlock Sam be able to use his super detective powers to find this lost treasure?

To find it so read this book 

Sherlock Sam and the Missing Heirloom in Katong is a children book, a thrilling kid’s detective romp and this book so funniest. If you have a little brother or a little sister so can you give this book, it’s very interesting to learn English for children and interesting to read a story Sherlock Sam, Singapore’s greatest kid detective.

Minggu, 21 April 2013

[Review] Blessed Heart

Judul ebook: Blessed Heart
Penulis: Adam Aksara
Tebal: 781 halaman
Terbit: Januari 2013



Siapa yang tidak mau ditawari ebook gratisan? Awalnya di add langsung oleh penulis "Blessed Heart" ini. Pas dilihat ada info lagi bagi-bagi ebook gratis. Spontan saya minta ebook gratis itu ke penulisnya dan langsung dikasih. Senang juga dapat ebook gratisan ceritanya. Pas dilihat jumlah halamannya hampir mencapai 800 halaman, wow... langsung mikir lagi "sanggup nggak yah baca novel setebal ini?" Pada bab di awal memang agak menjenuhkan juga bacanya ditambah belum mengerti dengan istilah BtP (Baptisan). Mungkin karena penasaran apa sih BtP itu yang membuat saya melanjutkan cerita dari halaman satu ke halaman berikutnya. Ternyata makin lama lumayan seru juga ceritanya dan mulai mengerti apa itu BtP. Mulai deh mengikuti alur cerita yang mengalir ini.

Beberapa tahun setelah melewati tahun 2012 yang menjadi legenda. Saat itu terjadi hujan energi besar-besaran yang membanjiri bumi selama beberapa hari dan membuat aurora muncul di hampir seluruh penjuru dunia. Seluruh saluran televisi menyiarkan bahwa hujan energi itu berasal dari luar angkasa di mana bumi memasuki sebuah selubung energi yang sangat tinggi. Hujan energi saat itu telah mengaktifkan banyak kemampuan tersembunyi manusia, yang menurut tetua-tetua spiritual hal ini adalah sama seperti menerima kembali kodrat sesungguhnya sebagai seorang manusia karena Tuhan telah menciptakan manusia sempurna adanya. Mereka adalah orang-orang yang disempurnakan kembali olehNya.

Istilah pasaran untuk mereka yang memiliki kekuatan khusus setelah hujan energi tersebut adalah "orang-orang terbaptis" atau biasa dipanggil sebagai "Baptisan" atau juga "Blessed People". Mereka dikenal dan dipanggil sebagai Baptisan.

BtP adalah sebutan untuk pasukan khusus para baptisan yang bekerja sebagai penjaga keamanan. Pasukan ini merupakan hasil bentukan pihak PBB beberapa bulan setelah pembaptisan massal terjadi. Sejarah pada tahun awal sesudah pembaptisan terjadi benar-benar membuat bumi seperti neraka bagi manusia umumnya atau surga bagi para baptisan. Mereka yang tiba-tiba mendapatkan kekuatan luar biasa mulai memanfaatkannya untuk keuntungan masing-masing. Merampok atau membobol bank dan membunuh adalah dua hal yang paling sering terjadi di semua Negara. Dunia perbankan di seluruh Negara mengalami kerugian besar-besaran hanya dalam hitungan minggu dan kejahatan merajarela di seluruh tempat.

Jaime, sosok manusia yang biasa juga seorang pelayan di bar, perlahan mulai mempunyai kekuatan yang diluar dugaan. Mulai bertemu dengan Michelle, gadis cantik dan kaya raya tetapi memiliki masa lalu yang pahit. Adegan seru ketika adegan perlombaan balap mobil seluruh anggota BtP. Michelle menginginkan Jaime mengalahkan mantan kekasihnya yang telah menyakitinya. Adegan balap mobil ini kalau divisualisasikan seru juga kayaknya. Dari sini mulai mengalir isi ceritanya dan penasaran untuk terus baca dari halaman satu ke halaman berikutnya.

Alur yang digunakan dalam novel ini menggunakan tipe alur maju yang dibumbui dengan kilasan-kilasan flash back di dalamnya. Mungkin di awal dirasa ada yang kurang dimengerti tapi akhirnya di akhir cerita tiap bab memiliki benang merahnya yang menjawab rasa penasaran pembaca.

Disamping Michelle, Jaime secara tidak sengaja bertemu dengan Nadia. Saat itu Jaime hanya merasa kasihan dan ingin menolong Nadia yang tengah diganggu oleh beberapa orang. Mulai saat itu Nadia menjadi tuan putri bagi Jaime.

Baptisan dengan baptisan, orang normal dengan orang normal. Ayam dengan ayam, elang dengan elang. Menjadi baptisan adalah harga mati jika menginginkan Nadia.

Nadia masih mencari laki-laki bertopeng yang telah menolongnya saat pesta topeng. Nadia sudah mengenali Jaime sebagai sosok laki-laki bertopeng itu tapi Jaime menutupi rahasia itu pada Nadia. Sampai akhirnya Nadia menyangka bahwa Lawrence laki-laki bertopeng itu.

Nadia kehilangan kekuatannya. Nadia menutup wajahnya. Apakah ini berarti dia akan menjadi rabbit?

Adegan action pada pertempuran di kota sangat menarik. Membacanya seperti sedang menonton film action, seru! Kelompok Pembebas dalam perburuan ini murni karena tidak ingin Nadia menjadi finder atau hanya sekadar ingin mendapatkan hadiah uang bagi kelompok mereka?

Cerita action, fiction dan romance yang saya pikir menjadi bumbu dalam novel "Blessed Heart" ini. Cukup membuat penasaran melanjutkan cerita sampai akhir. Penasaran kan akhirnya Jaime memilih Michelle atau Nadia? Ataukah Nadia dan Jaime saling melupakan karena keduanya hilang ingatan? Lalu bagaimana Michelle yang masih mengingat semuanya sendirian? Akankah berakhir dengan kematian? Penasaran kan? Baca novelnya sampai akhir dan temukan semua jawabannya sampai halaman terakhir.

Ada dialog yang menarik ketika Jaime bertemu seorang kakek tua. "Nak,
ingatlah, kekayaan, kekuasaan semuanya hanyalah kabut dalam kehidupan yang dapat datang dan lenyap dengan cepat, pada akhirnya yang dibutuhkan semua orang adalah ini," ujung jari Kakek itu menyentuh tengah dadaku.

"Dada?" tanyaku polos.

"Hati," kata kakek itu tersenyum, "Hati yang bersih dan murni. Hati yang memaafkan. Hati yang tidak pernah menyerah. Hati yang tulus mencintai. Hati yang penuh kelembutan dan kekayaan hati lainnya. Dengan memiliki hati yang kaya dan bersinar, dunia akan membukakan jalan bagimu dan Tuhan akan menganugrahkan apa pun yang terbaik untukmu."

"Apakah tuan putri akan menerima diriku jika aku memiliki kekayaan di hatiku?" tanyaku menatap kakek itu dengan mata bersinar dan bersemangat.

"Kamu akan menyelamatkan dunia ini," kata kakek itu tertawa.

Banyak kelebihannya dari novel "Blessed Heart" ini seperti isi ceritanya, gaya penulisannya / diksinya, alur ceritanya, karakter tokoh yang kuat serta latarnya pun jelas dan singkat di kota Viginia. Namun, ada juga kekurangannya yaitu ada beberapa kesalahan teknis di beberapa halaman yang saya temui, bisa dikatakan "typo". Mungkin sudah diperbaiki oleh penulisnya di versi revisinya novel ini. Selebihnya, salut juga pada penulis sudah merampungkan novel yang setebal ini. Dan saya sebagai pembaca akhirnya lega juga sudah bisa merampungkan novel ini sampai akhir cerita. Akhirnya selesai juga, fiuuuuhhh... Oh my God hampir 800 halaman loh... :D

Sekian review dari saya sebagai pembaca novel "Blessed Heart" ini. Banyak terima kasih saya ucapkan sudah memberikan ebook novel ini secara gratis dan memberi kesempatan untuk membacanya.

[Review] at-twitter Google Menjawab Semuanya Pidi Baiq Menjawab Semaunya

Judul buku: at-twitter Google Menjawab Semuanya Pidi Baiq Menjawab Semaunya
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books
Cetakan: I, Oktober 2012
Tebal: 208 halaman 
ISBN: 978-602-242-114-6
Harga: Rp 39.000




Setelah sukses meluncurkan tetralogi "Drunken Monster" kini ada lagi buku yang berjudul "at-twitter", "Hanya Salju dan Pisau Batu" yang berduet dengan Happy Salma juga "Al-Asbun Manfaatul Ngawur". Hari ini saya baru selesai membaca "at-twitter" dan memang isinya kumpulan twit Pidi Baiq yang jujur dan nyeleneh sekaligus menghibur membuat geleng-geleng kepala atau senyum-senyum sendiri saat membacanya.

Buku at-twitter: Google menjawab semuanya Pidi Baiq menjawab semaunya memang berisi kumpulan twit pribadi penulisnya. Dari hasil tanya-jawab dengan followersnya di akun twitternya yang mungkin bisa dijadikan sebuah perenungan dalam kehidupan, kadang terlalu jujur, nyeleneh dan membuat tersenyum saat membacanya.

Seperti yang ditulis sendiri oleh penulisnya bahwa buku ini bukan memberikan solusi hanya memberikan jawaban. Yang lebih penting, bisa membangun sebuah prinsip dari tujuan silaturrahmi yang menyenangkan. Menjadi buku bermanfaat yang secara alami akan basah kalau tersiram air.

Menurut saya sebagai pembaca buku2nya Pidi Baiq harus cerdas menangkap maksud dan makna yang diungkapkan penulisnya. Kalau hanya sekedar asal baca tidak akan mengerti apa maksudnya bahkan cenderung seperti tulisan yang tak bermutu padahal lebih dari itu. Buku ini inspiratif dan juga menghibur :D

Mantokecolok: "Om, kapan saatnya orang menyadari keterbatasannya?"
Pidi Baiq: "Ketika dia menyadari dirinya adalah manusia"
(TWIT II.KEBERPIKIRAN)

fajarfvckran: "Surayah, biasanya kalo abis taraweh suka ngapain?"
Pidi Baiq: "Suka pulang ke rumah"
(TWIT XIV.KEBERPUASAAN)

"Aku tadinya mau nanya, Pak Ustadz, kalau kata Bapak kehidupan ini palsu, kenapa sih uangnya harus asli? Kenapa?" 
(TWIT XII. KEBERTUHANAN)

Bandung, April 2013

[Review] Abdel & Mongol: It's Real, Man!

Judul buku: Abdel & Mongol: It's Real, Man!
Penulis: Abdel dan Mongol
Penerbit: edelweiss
Cetakan: I, Oktober 2012
Tebal: ix + 354 halaman
ISBN: 978-602-8672-56-6
Harga: Rp 65.000

                                                                 dok. koleksi pribadi


Tak ada yang menyangka dua orang komedian ini, Abdel dan Mongol mampu menghibur dan membuat pembaca merenung membaca buku yang mereka tulis. Awalnya tidak menyangka kisah perjalanan hidup mereka berdua itu penuh lika-liku untuk mencapai kesuksesan mereka hari ini. Dikenal sebagai seorang komedian. Kisah perjalanan hidup mereka itu lucu sekaligus sendu, membacanya terkadang tertawa, senyum-senyum juga terdiam merenung sambil manggut-manggut.

Siapa yang menyangka dulunya bang Abdel itu mempunyai cita-cita menjadi pilot. Kenyataannya tidak tercapai alasannya simple aja karena enggak kuat lari. Akhirnya cita-cita jadi pilot nyangkut jadi komedian :D Menurut pengakuannya bang Abdel belajar humor sejak masuk ke radio Suara Kejayaan (SK). Ide humor bisa datang dari mana saja. Sebenarnya, untuk menjadi komedian harus cerdas menjebak karena humor adalah kemampuan untuk menjebak orang lain. Sama seperti sulap. Pesulap menggiring orang ke satu tempat yang kita mau, kalau sudah sampai ke tempat yang kita mau, kita jebak deh.

Humor merupakan kemampuan kita menjebak pikiran orang lain. Tapi kita jebaknya ke yang lucu. Komedian juga sama dengan politisi loh . Menjebak juga. Awal kampanye menjanjikan macam-macam, setelah terpilih pura-pura lupa sama janjinya . Kita dijebak. Persis. Kalau sulap memanipulasi penglihatan, kalau humor itu memanipulasi jalan pikiran. Nah, kalau politisi itu, yah memanipulasi uang rakyat :D

Kalau ke Stand Up Comedy lumayan panjang ceritanya. Karena dalam hidup gue banyak yang kebetulan. Masuk radio juga karena kebetulan kan? Nah, masuk tivi juga begitu, kebetulan. Stand Up Comedy dulu awalnya dibuat oleh Kompas, para comic ada di Kompas TV. Nah, Metro TV bikin acara yang sama tapi belum ada orang. Jadi, Metro TV trial and error dengan mengambil orang untuk mengisi acara itu. Banyak juga yang dipanggil setelah itu enggak dipanggil lagi. Stand Up Comedy itu ada teorinya karena acara ini merupakan komedi yang mencoba meneorikan komedi. Kebetulan pas dites dipanggil lagi, dipanggil lagi dan dipanggil lagi. Sampai sekarang ngomic.

Ada yang unik tentang proses kelulusan bang Abdel sebagai seorang mahasiswa HI tahun ‘89 dan lulus ‘96 dari Universitas Indonesia. Lulus kuliah selama tujuh tahun itupun lulus karena jadi event organizer (EO). Singkat cerita, lulus dengan nilai A, bukan karena nilai skripsi tapi karena acara ultah jurusan HI dan kebetulan jadi event organizernya yang bisa dibilang sukses.

Kehidupan itu sebuah tragedi. Dan itu bisa menimpa siapa pun tidak terkecuali seorang komedian. Dulu bang Abdel pernah terjerat drugs juga loh.. Sampai harus menjalani semua pengobatan dan rehabilitasi sejak tahun 1996 sampai akhirnya benar-benar sembuh tahun 2003. Gagal ke dokter Al Bahrie lanjut ke Dadang Hawari. Sempat satu tahun masuk Inabah 15 di ponpes Suryalaya, Tasikmalaya. Pulang dari pesantren Suryalaya melanjutkan pengobatan di pesantren Darul Ikhsan Bogor.

Meski sering dibilang gen-gen lucu itu menurun dari Mami, tapi sesungguhnya Papi juga tidak kalah kocak. Satu-satunya pertanyaan yang pernah ditanyain ke Papi adalah: “Pi, kalau nanti tiba saatnya, apa permintaan terakhir Papi ke Abdel?”

“Kalau nanti Papi mati permintaan terakhir Papi ke lu dan harus lu lakuin adalah Papi minta dikuburin karena Papi enggak bisa ngubur diri sendiri…”. Kata-katanya dalem tapi lucu juga.

Diakhir-akhir hidupnya, Mami sering kali minta ditemani jalan-jalan. Akhirnya, Mami diajak ke mal yang mewah sekalian, biar adem, sambil di dorong kursi roda tentunya. Mami minta mampir masuk ke toko tas branded yang mahal. Mami tanya berapa harganya tapi dilihat tidak ada banderol harganya. Akhirnya tanya ke pramuniaga, kemudian kembali lagi ke Mami untuk kasih tahu harganya. “Berapa?”, tanya Mami. “9,4 juta Mi”. Mami bilang “Mahal banget, Deeeeelll”. “Kata penjaga tokonya tas ini mahal karena terbuat dari kulit kerbau asli”. Terus mami ngomong, “Enggak masuk akal, masa cuma karena dari kulit kebo aja harganya sampai segitu. Kemarin gue beli kebo lengkap, daging sama kulit-kulitnya aja enggak sampai segitu harganya!”. Jujur baca ini spontan saya ngakak, hihihi… :D

Giliran ceritanya bang Mongol. Siapa sangka gue yang ditakdirkan jadi anak kecil berbadan kurus, sipit, wajah Manado enggak niat, Cina juga setengah menitis dari engkong-engkongnya papa yang asli Mongolia justru jadi modal gue berkarir.

Menjadi orang Manado bukan kemauan atau pesanan gue. Ada secercah kebanggaan sekaligus keprihatinan mendapat berkah sebagai orang Manado. Selain dikenal sebagai ras keturunan yang unggul dengan kulit bersih, tulang besar plus bodi oke sampai wajah bersih sempurna.  Sampai ada salah satu pedagang di Pasar Senen yang penasaran dan tanya, “Orang mana, Bang?”. “Manado asli. Butuh lihat KTP gue?”. “Ooh, biasanya orang Manado itu ganteng, kulit putih dan hidung mancung. Lah, kau macam bodat (monyet dalam bahasa Batak) begitu”, ujarnya dengan tampang lugu trapesium khas Batak. Hihihi… kasian banget bang Mongol, itu sih nasib muka aja bang, piss :D

Masih banyak cerita gokil tentang bang Mongol dengan ciri khasnya “sebagai pakar KW”, itu yang selalu jadi bahan jokenya. Lucuuuu…

Sekarang lagi wabah soal KW bawa motor, tapi motornya matic, seperti Scoopy. Badan kekar, Coy, ya Allah bawa motor lutut ketemu lutut. Ya Allah, Cyiiin, enggak mungkin normal. Mana ada cowok naik motor lutut ketemu lutut? Ya, kan? Berhenti lampu merah, kaki turun, “Panas, Cyiiin”. (sambil kipas-kipas). Jarinya ngetril, Ya Allah. Kenapa jarinya ngetril? Setelah gue selidiki , karena ternyata laki itu pengin kayak patung Pancoran. Patung Pancoran boleh kaki, Cyiiin tapi jari kelingkingnya naik daripada jari yang lain. Ya Allah.

Ampuuun.. bacanya bikin tertawa sendiri, senyum-senyum sendiri, gokil abis :D
Mungkin itu sebagian cerita lucu sekaligus sendu yang dalam buku yang berjudul Abdel & Mongol : It’s Real, Man!. Banyak belajar kehidupan dari dua orang komedian ini. Sepahit apa pun kehidupan kita pasti ada yang membuat tersenyum dan tertawa. Dibawa bahagia saja meski tidak seindah yang dibayangkan.

Seperti biasa saya ucapkan terima kasih pada penerbit edelweiss yang sudah memberi buku ini secara cuma-cuma dari hasil kuis di twitter. Senangnyaaa bisa membaca buku ini :D

Bandung, Januari 2013

[Review] Pulang

Judul buku: Pulang
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: KPG
Cetakan: Pertama, Desember 2012
Tebal: viii + 464 halaman
ISBN 13: 978-979-91-0515-8
Harga: Rp 70.000




Hari ini mumpung hari libur yang cuacanya cerah dari beberapa hari kemarin yang selalu hujan dan banjir. Hari libur kali ini mengisi hari dengan menulis resensi buku “Pulang” karya Leila S. Chudori. Mungkin tulisan ini sebagai ucapan terima kasih karena telah diberi novel “Pulang” secara gratisan dalam kuis di twitter bulan November. Terima kasih sudah memberi kesempatan buat saya memiliki dan membaca karya yang bagus dari penulis lawas. Satu kata “mantaaapp” pantas untuk novel ini.

Baiklah, tanpa harus lama-lama lagi mari mulai menyimak isi cerita novel “Pulang” tersebut. Dijamin membacanya menumbuhkan rasa kecintaan terhadap negeri sendiri karena belajar memahami sejarah bangsa ini. Meski novel ini menceritakan kisah atau peristiwa di tahun 1965 namun penulisnya tidak berniat untuk menceritakan siapa yang benar dan siapa yang salah dibalik peristiwa 30 September 1965 itu. Novel ini hanya sebuah drama keluarga, persahabatan, cinta dan pengkhianatan berlatar belakang tiga peristiwa sejarah: Indonesia 30 September 1965, Prancis Mei 1968 dan Indonesia Mei 1998.

                                                  dok. koleksi pribadi

Disaat meletusnya peristiwa 30 September 1965, Dimas Suryo berada di Chili menggantikan Hananto Prawiro untuk menghadiri konferensi wartawan internasional (International Organization of Journalist). Kondisi di jakarta mencekam. Segala sesuatu yang berhubungan dengan partai komunis (anggota, simpatisan dan keluarga) diamankan. Kantor Berita Nasional yang dekat dengan partai komunis juga digulung tentara.

Sebelum terjadi 30 September di dalam Kantor Berita Nasional terbagi menjadi dua kubu yaitu kubu pengagum PKI dan kubu yang gerah dengan segala sesuatu yang berbau kiri. Dimas tidak menetapkan pilihannya pada ideologi manapun. Dimas berkawan dengan Hananto Prawiro dan Nugroho yang ‘kiri’ tetapi juga suka berdiskusi dengan Bang Amir yang mempunyai pandangan kebalikannya.

Sejarah meski tak tertulis - membutikan, untuk tiga tahun berikutnya setelah 1965, Indonesia memiliki beberapa tahap kekejian: perburuan, penunjukan nama, penggeledahan, penangkapan, penyiksaan, penembakan dan pembantaian. Hananto menghilang dan dia masuk daftar orang-orang yang paling diburu. Kelak, 3 tahun kemudian menjadi horor bagi keluarga Hananto belum juga selesai karena tentara tak kunjung menemukan Hananto. Surti Anandari (istri Hananto) dan ketiga anaknya dibawa ke Budi Kemuliaan dan berdiam disana berbulan-bulan karena pihak tentara merasa dia pasti tahu lokasi suaminya.

Nugroho kehilangan kontak dengan Rukmini (istrinya) dan putra mereka, Bimo, yang berusia setahun. Dari hari ke hari bahkan setiap 3 jam mendengar kabar buruk silih berganti. Anggota partai komunis, keluarga atau mereka yang dianggap simpatisan diburu habis-habisan. Bukan hanya ditangkap tapi terjadi eksekusi besar-besaran di seantero Indonesia bukan hanya di Pulau Jawa.

Lalu jatuhlah bom berikutnya yaitu paspor dicabut. Dimas Suryo, Nugroho, Tjai dan Risjaf menjadi sekelompok manusia tanpa identitas. Merasa seperti menanti pedang Democles jatuh menebas leher. Setiap hari hidup mereka diisi dengan debar jantung karena tak yakin dengan nasib yang terbentang di depan.

Untuk pulang tak mungkin. Untuk melangkah buana masih sulit. Akhirnya Dimas, Nugroho, Tjai dan Risjaf memutuskan pergi ke Peking karena banyak sekali kawan-kawan yang berkumpul disana. Mereka akan bisa membantu persoalan surat-surat perjalanan dan menembus imigrasi.

Nugroho mendengar kabar baik bahwa Rukmini dan Bimo bersembunyi di Yogya. Nugroho menyarankan agar mereka pindah ke Jakarta dan menumpang dengan adik lelaki Nugroho.

Tjai mendapat kabar baik keluarganya selamat menyebrang sampai ke Singapura. Sebetulnya Tjai adalah lelaki paling apolitis dari tiga kawannya. Tjai keturunan Tionghoa yang bekerja di Kantor Berita Nusantara, meski bukan bagian dari redaksi.

Dimas mendarat di Paris awal tahun. Semula terpencar-pencar. Nugroho memilih Swiss dan Risjaf memilih Belanda. Di Paris, Dimas bertemu dengan Tjai dan Theresa istrinya, yang sudah berdiam disana sejak hari Natal. Tak lama kemudian Risjaf segera  bergabung dan berdiam di apartemen kumuh bersama Dimas. Nugroho kecantol perempuan Swiss menunda-nunda kedatangannya hingga bulan April. Namun setelah dibentak oleh Dimas, mengingat Rukmini dan Bimo pasti sedang dikejar rasa takut oleh situasi gila di tanah air, akhirnya Nugroho setuju bergabung bersama di Paris.

Meski Prancis memang dikenal sebagai negara yang memeluk para pengelana politik dengan hangat, tentu tak begitu saja mendapatkan kewarganegaraan. Proses birokrasi untuk menjadi warga negara tetap saja melalui prosedur dan persyaratan yang cukup lama dan rumit. Untuk sementara dapat memegang apa yang disebut Titre de Voyage atau Surat Perjalanan. Kemana saja bisa di dunia, kecuali Indonesia.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup di Paris Nugroho sebagai akupuntur. Tjai bekerja di toko kecil di pinggiran kota Paris sebagai akuntan. Risjaf dan Dimas, dua pengelana paling sial. Karena belajar sastra merasa diri bagian dari kumpulan intelektual. Sedangkan Prancis adalah negeri tempat lahirnya para sastrawan dan intelektual besar yang buku-bukunya menjadi pedoman dan panutan. Risjaf dan Dimas setiap tiga atau empat bulan berubah profesi. Dari pekerjaan buruh di berbagai restoran, klerek di bank, hingga asisten kurator di galeri-galeri kecil yang hanya dikunjungi tiga atau empat orang yang sok merasa diri seniman.

Paspor dicabut, berpindah negara, berpindah kota, berubah pekerjaan, berubah keluarga… segalanya terjadi tanpa rencana. Semua terjadi sembari kami terengah-engah berburu identitas seperti ruh yang mengejar-ngejar tubuhnya sendiri — Dimas Suryo.

Paris, Mei 1968.
Ketika gerakan mahasiswa berkecamuk di Paris, Dimas Suryo, seorang eksil politik Indonesia, bertemu Vivienne Devarux, mahasiswa yang ikut demonstrasi melawan pemerintah Prancis. Pada saat yang sama, Dimas menerima kabar dari Jakarta: Hananto Prawiro, sahabatnya ditangkap tentara dan dinyatakan tewas.

Ditengah kesibukannya mengelola Restoran Tanah Air di Paris, Dimas berasama tiga kawannya - Nugroho, Tjai dan Risjaf terus menerus dikejar rasa bersalah karena kawan-kawannya di Indonesia dikejar, ditembak atau menghilang begitu saja dalam perburuan peristiwa 30 September. Apalagi Dimas tak bisa melupakan Surti Anandari - istri Hananto - yang bersama ketiga anaknya berbulan-bulan diintegorasi tentara.

Jakarta, Mei 1998
Lintang Utara, putri Dimas dari perkawinan dengan Vivienne Deveraux, akhirnya berhasil memperoleh visa masuk Indonesia untuk merekam pengalaman keluarga korban tragedi 30 September sebagai tugas akhir kuliahnya. Bersama Segara Alam, putra Hananto, Lintang menjadi saksi mata apa yang kemudian menjadi kerusuhan terbesar dalam sejarah Indonesia: kerusuhan Mei 1998 dan jatuhnya Presiden Indonesia yang sudah berkuasa selama 32 tahun.

Itulah cerita singkat dari novel Pulang karya Leila S. Chudori. Kekurangan novel ini mungkin terlalu banyaknya tokoh-tokoh selain tokoh utama yang diceritakan. Ada beberapa tokoh yang hanya diceritakan sekilas saja. Kelebihan dari novel ini adalah latar belakang cerita ini mengangkat peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah seperti peristiwa di tahun 1965, Prancis Mei 1968 dan Jakarta Mei 1998. Begitu menyuarakan sisi kemanusiaan yang hampir menghilang dalam ingatan sejarah. Baru saya ketahui bahwa cerita dalam novel ini berdasarkan kisah nyata dari Umar Said (Alm), Sobron Aidit (Alm), Kusni Sulang sebagai eksil politik menjadi salah satu inspirasi novel ini. Kisah Restoran Tanah Air di Paris merupakan kisah dari restoran Indonesia yang di Paris. Membaca novel ini seperti mengingat kembali yang terjadi di masa lalu dan seakan menyentil pembaca agar tak melupa masa lalu.

Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih pada penerbit KPG dan penulisnya mbak Leila S. Chudori karena telah memberi hadiah novel “Pulang” yang begitu menyentuh hati dan menyuarakan sisi kemanusiaan.

Bandung, Desember 2012

Sketsa Hujan

Hujan selalu membawa kembali kepingan masa lalu yang tertinggal. Dalam derasnya hujan selalu nampak sketsa bayangan seseorang yang pernah mengisi ruang hati. Ada yang belum sempat terucapkan padanya yang telah tulus memberikan separuh hatinya.

Ilustrasi Shutterstock
 
Arline Safitri, No. 67
Sore itu aku sedang asik membaca sebuah novel di sudut ruang toko buku kecil. Mataku terbelalak melihat hujan sore itu yang semakin deras. Ada alasan untuk tetap bertahan di tempat duduknya menghabiskan waktu sambil membaca novel dan menikmati secangkir kopi hangat. Di akhir pekan yang selalu aku kunjungi, sebuah toko buku kecil langganan lengkap dengan kafe kecil bernuansa klasik.

“Tumben kamu sendirian aja, Rianti?” tegur Raka salah satu pegawai di toko buku kecil itu.

“Oh iya, Arumi lagi ada kegiatan di kampusnya. Sini temani aku mengobrol” aku melihat sekeliling yang sepi pengunjung dan Raka memang sedang tidak sibuk bekerja.

“Asik yah baca novel? Serius gitu…” Raka menghampiri ke arahku.

“Hmm.. ini? Ceritanya sad ending, kurang setuju masa si Lintang gak bisa bersama dengan Rasyad hanya karena Lintang gak pernah mengucapkan perasaannya pada Rasyad. Bukannya sikap saja sudah bisa menunjukkan sebuah perasaan Lintang pada Rasyad? Kalau menurut aku si Rasyad ini terlalu egois atau mungkin hanya mencari alasan menjauhi Lintang” aku menceritakan kekesalan mengenai kisah dalam novel yang sedang aku baca.

Raka terdiam dan menyimak isi cerita novel itu. Raka kemudian menjawab dengan penuh percaya diri, “Kalau menurut aku sikap Rasyad itu udah benar. Lelaki punya keputusan yang tegas untuk memulai atau mengakhiri suatu hubungan”.

“Hah? Hanya lelaki yang egois saja yang berpikiran seperti itu. Itu keputusan sepihak namanya dan tidak adil dong bagi si ceweknya” aku memotong perkataan Raka.

“Lebih egois mana Lintang atau Rasyad? Lintang hanya mau menerima perhatian lebih dari Rasyad tapi Lintang sendiri tidak pernah mengucapkan perasannya selama ini pada Rasyad? Suatu hubungan perlu keseimbangan bukan?” Raka menjawab dengan rentetan pertanyaan menggantung.

“Lintang itu perempuan dan mungkin dia rasa gak perlu mengucapkan hal-hal seperti itu. Rasyad saja yang terlalu berlebihan” aku tetap pada pendirian semula.

“Lelaki itu juga perlu kejelasan logis dari si cewek, ya itu harus di ucapkan melalui kata-kata dong. Nah loh, kok jadi ribet yah ngobrolin si Lintang dan si Rasyad, itu sih urusan mereka hahaha…” Raka mencoba mencairkan perdebatan denganku.

“Hmm, iya juga sih tapi masih rada kesel nih sama akhir ceritanya. Kurang setuju aja gitu” aku kembali melihat jam di pergelangan tangan.

“Masih hujan diluar, tunggu saja sampai reda. Mau aku buatkan secangkir kopi lagi?” tanya Raka.

“Boleh deh… sambil nunggu hujan reda” sahutku.

Rianti membuka tas untuk mengambil laptop. Mulailah berselancar di dunia maya. Sesekali membuka twitter. Mungkin berbeda dengan orang lain yang baisa stalking akun twitter sang kekasih atau mantan kekasihnya, Aku sama sekali tak memberi celah pada masa lalu yang mengingatkanku pada seseorang. Isi twitter hanya info tentang buku dan para penulis yang menyemangatiku agar terus menulis, sesekali iseng ikut kuis di twitter. Hanya itu.

“Nih pesanan kopinya…” Raka menyodorkan secangkir kopi dengan hati-hati.

“Makasih Raka…”

“Sip. Oh iya kebetulan aku juga mau pulang cepat hari ini. Kamu lihat sendiri pengunjung sepi hari ini. 
Hmm… kalau mau pulang bareng bisa sekalian jalan nanti”

“Oke deh. Kalau mau pulang kasih tahu yah…”

“Sip. Sekitar tiga puluh menit lagi aku siap-siap pulang. Aku beberes dulu…”

“Oke sip”

Sore itu aku dan Raka pulang bersama. Tak disangka Raka mengantarkanku sampai di depan rumah. Kebetulan arah jalan pulang kami berdua searah.

“Thank you Raka, lain kali bisa bareng lagi lumayan gratis hehe…” celetukku dengan candaan.

“Itu sih keenakan namanya. Aku pulang dulu nih udah sore”

“Oke, makasih loh udah dianterin”

Raka hanya terlihat membalas dengan senyum.

Aku kembali mengingat perkataan Raka di toko buku kecil itu “Suatu hubungan perlu keseimbangan bukan?” Pertanyaan itu seolah membuka masa laluku saat pertama mengenal Jati. Jati sosok laki-laki pertama yang pernah mengisi hati dan hari-hariku. Hujan sore itu seakan membawa kembali masa lalu. 

Sketsa wajah Jati masih membekas dalam ingatan. Terakhir kali melihatnya saat rintik hujan seusai dia mengikuti karnaval 17 Agustus-an. Saat itu Jati merupakan anggota dari marching band. Selepas lelah mengikuti karnaval itu Jati menyempatkan mampir ke rumahku. Dan saat itu terakhir kali melihat Jati. Jati memilih pergi karena aku selalu memilih diam jika ada masalah. Padahal saat itu aku sedang cemburu mendengar Jati telah dekat dengan perempuan lain yang aku dengar dari sahabatnya. Aku menganggap itu perselingkuhan dan tak bisa di maafkan.

Aku pikir masih ada waktu kembali bertemu Jati. Namun semuanya terlambat. Jati memilih pergi untuk selamanya. Ada kata-kata yang masih belum terucap untuknya, kata maaf dan rasa sayangku pada Jati. Itu dulu dan sudah berlalu sekian lamanya, kenangan saat masih mengenakan seragam putih biru.

Kata-kata Raka itu seolah menampar wajahku keras dan mengingatkan masa laluku. Begitu aku telah kehilangan kesempatan untuk mengatakan kata maaf dan rasa sayang pada Jati. Kesempatan tak akan pernah terulang kembali, aku menyadari itu. Dan waktu akan terus berlalu ke depan tanpa bisa berhenti sejenak dan memutar kembali ke masa lalu.
 
Inilah Hasil Karya Peserta Event Belajar Fiksi – Sudut Pandang Orang Pertama –> disini

Senandung Malam

Oleh Arlin Widya Safitri


Ada irama keras bergema malam
berirama dengan kerlap kerlip malam
campuran irama yang bergema
selalu bergema
Melihat kembang api dari teras
kerlap kerlipnya menghibur lara yang menghujam hati
kutitipkan senyum di atas sana
aih, warna warni
Sekejap warna sial melebur warna warni
teraduk campuran irama bergema
malam ini, iya malam ini
aduhai hati meraba di pojok langit
Seperti bersenandung malam berhias bias
ada lara ada senyum
seiring dan senada
mungkin menyambut esok penuh senyuman
Tasikmalaya, 01 Januari 2013

Semalam

Oleh Arlin Widya Safitri


Semalam
gegap gempita merajai langit malam
kembang api menari-nari
berenang dalam lautan manusia
terompet nyaring berbunyi


Terdiam di seberang jalan
menjamah sepi wajah-wajah jalanan
anak-anak menjemput sajian semu langit malam
orang gila terasing menjamah mimpi
waria berjingkrak pesonakan berahi

Oh… malam
tak seperti keluguan malam yang kutemui
angin sunyi
diselimuti dingin malam
berhias nyanyian jangkrik
di bawah redup rembulan
menambah kesyahduan peraduan hati

Bandung, Januari 2012
Catatan : Puisi ini pernah dimuat dalam rubrik Sastra Kalimalang dan bisa dilihat disini >>>  beberapa puisi lainnya karya para senior yang saya hormati.