Tampilkan postingan dengan label Hikmah Kehidupan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hikmah Kehidupan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 September 2013

Belajar dari Pengalaman

Akhirnyaaa... ngeblog juga. Ada cerita dari perjalanan saya beberapa minggu yang lalu, di awal bulan September ini. Perjalanan yang sebenarnya seperti nggak ada tujuannya tapi nggak nyangka ada hikmahnya. Mulai dari Bandung hari Jum'at 30 Agustus kemarin, menuju ke Bekasi. Menginap di rumah Bi Dewi semalam. Nggak banyak yang dibicarakan. Sekadar silaturrahmi. Besoknya, mampir ke rumah Enin Nunung. Menginap selama dua hari dua malam. Di rumah Enin Nunung hanya tinggal berdua, semua anaknya sudah tinggal di rumah masing-masing. Nunggu warung di depan teras rumahnya sama menunggu tanggal muda gajian pensiun suaminya. Meski udah di usia tua nggak ada pembantu. Semua pekerjaan rumah tangga masih dikerjakan sendiri. Enin Nunung mengajarkan aku jangan manja dalam hidup.

Dari Bekasi menuju Jakarta, tepatnya di Jalan. Penjernihan Dalam Bendungan Hilir. Di sana tinggal Ua Tati bersama suaminya. Ua Tati itu sepupunya mamah. Di rumah Ua Tati ini yang juga anak-anaknya ada yang tinggal di luar negeri dan di Jakarta. Lantai dua di rumahnya dijadikan tempat kost bagi yang bekerja di Jakarta. Berbeda dengan sebelumnya, Ua Tati senang berbicara. Mulai berbicara masa mudanya saat mahasiswa. Beliau mengakui meski nggak sampai Sarjana tapi bisa memiliki anak-anak yang kuliah dan sukses. Ada yang di ITB, ada yang di Trisakti. Beliau mengajarkan arti kejujuran dan berpikir logis. Meski terlihat logis banget tapi beliau sangat mendalami agama Islam. Mengobrol soal agama Islam dengan beliau juga seru. Bahkan, di rumahnya ada giliran pengajian seminggu sekali. Ua Tati juga sempat keceplosan dalam ceritanya bahwa ternyata di masa tua itu sangat merindukan anak-anaknya apalagi yang jauh di luar negeri. Suaminya seorang pensiunan yang masih setia menemani hari-harinya di rumah.

Kelihatannya akrab banget sama mamah. Dan, saya pun merasa akrab dengan beliau. Terasa nggak sungkan mengobrol dengan beliau. Saking sayangnya, saya diberi nasehat-nasehat menjalani hidup.
Menginap beberapa hari di rumahnya banyak pelajaran hidup yang saya dapatkan. Sekaligus mengenal situasi dan lingkungan Jakarta. Dulu, waktu kecil sekitar kelas 1 SD sampai dengan kelas 2 SD saya sempat bersekolah dan tinggal di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Kemudian pindah sekolah ke daerah Tasikmalaya.

Ada yang sedikit nyebelin pas naik bajaj mau ke rumah Ua Tati sempet muter-muter dulu. Padahal, bukan yang pertama kali mampir ke rumah Ua Tati ini. Sebelumnya, pas bulan Ramadhan juga sempet mampir dan nggak pake muter-muter dulu. Beberapa tahun yang lalu juga mamah suka mampir ke sini. Ini yang agak sok tahu itu supir bajajnya, bilang tahu jalannya dan ternyata nggak tahu. Pas saya dan mamah turun dari bajaj di depan pagar rumah Ua Tati malah terdengar celetukkan "Abis jualan ikan asin ya?", sambil nyengir kuda. Ih, ngeselin banget tuh orang. Nggak tahu sopan santun apa ya? Ah, sudah abaikan.

Selagi nginep di Benhil sempet minta ketemuan sama teh Dian. Hari pertama nggak direspon. Besoknya baru janjian di Plaza Semanggi. Pas jam makan siang ketemu di Loterria lantai satu Plaza Semanggi. Saya dan mamah datang duluan. Ketemu juga sama teh Dian yang langsung sibuk pesan makanan. Saya pikir mau mengobrol beberapa puluh menit gitu, tahunya nggak. Teh Dian malah langsung pamit dengan alasan masuk kerja. Sebelum pamitan sempat ngasih saya kue Hand Made dan baju-baju baru buat mamah dan saya. Bukan itu yang saya mau, sedikit waktu untuk mengobrol rasanya lebih berharga. Padahal, masih banyak waktu beberapa belas menit. Saya cuma butuh teman diskusi membicarakan masa depan. Selama ini, memang kurang komunikasi antara saya dan teh Dian. Itu rasanya seperti jadi anak tunggal, nggak ada teman berdiskusi. Diskusi sama mamah suka nggak nyambung. Mungkin karena mamah udah lanjut usia.

Pamitan dari rumah Ua Tati di Benhil kemudian ke Gambir, tujuannya mau ke Cirebon. Tapi, ujung-ujungnya ke stasiun Kota juga. Dari Gambir naik bajaj ke stasiun Kota. Kali ini beruntung ketemu supir bajaj yang ramah dan mau membantu penumpangnya dengan ikhlas. Nah, di sini kesabaran saya diuji. Kereta ke Cirebon katanya udah berangkat sore tadi. Udah menjelang Maghrib dan masih luntang-lantung di stasiun Kota. Saya mulai ngambek sama mamah karena seperti orang gaje (gak jelas) tanpa tujuan. Saya kemudian keluar dari stasiun Kota ke arah tempat Pedagang Kaki Lima berjejeran di trotoar. Mamah malah nangis-nangis nggak jelas. Menarik perhatian orang lain, untungnya ada yang mau mendengar curhatan mamah dan berusaha mau membantu. Satu hal saya mau mengucapkan banyak terima kasih pada PKL yang mau membantu mamah. Tapi, saya berjanji pada diri saya sendiri bahwa ini adalah yang terakhir kalinya. Mungkin saya merasa malu dengan pengalaman ini. Saya tahu dibalik kejadian ini ada hikmahnya.

Saya malu kebiasaan mamah selalu bilang kecopetan pada semua orang yang ditemui di perjalanan dengan modus untuk dikasihani. Dampaknya, bisa disangka sebaliknya kan? Saya juga jadi berpikir lama, pernah menulis kehilangan ponsel Nokia kesayangan hadiah dari teh Dian (kakak saya). Mungkin tulisan itu juga jadi kehilangan kepercayaan. Tapi, sungguh itu berasal dari pengalaman pribadi dan unek-unek saya mengalami kejadian pahit itu.

Ada orang yang masih belum tahu namanya bersedia mengantarkan saya ke terminal Kampung Rambutan naik busway. Hampir tengah malam sampai di Kp. Rambutan. Menunggu bus ke Bandung. Saya baru tahu namanya Idham dan sempat menulis no ponselnya di buku kecil saya karena ponsel saya abis baterenya. Saya sampe di terminal Leuwipanjang jam setengah empat pagi, hari Jum'at tanggal 5 September 2013. Beruntung ada supir taksi baik hati, tadinya menawarkan 50.000 ke Dipati Ukur saya tawar 30.000 mau juga akhirnya. Paginya, baru saya sms Idham mengabarkan saya dan mamah udah sampai di Bandung dengan selamat, itu tujuannya mencatat no ponselnya sewaktu menunggu bus di Kp. Rambutan.

Semenjak saat itu, saya nggak mau lagi bepergian bareng mamah atau sekadar mengantarnya. Cukup buat yang terakhir kalinya. Saya malah curhat pertama kali ke temen satu jurusan satu angkatan pula Ayu S. Bukan ke kakak sendiri ya, saya anggap saya ini anak tunggal. Buat ngobrol bentar atau diskusi aja nggak pernah apalagi ngeluh soal kayak gini.

Satu hal yang saya ambil, bahwa dalam perjalanan harus punya tujuan. Itu mutlak. Dan, bodohnya saya dengan sabar mau mengikuti ke mana pun mamah pergi. Mulai sekarang saya memilih untuk menyerah menemani mamah, saya memilih hidup mandiri. Banyak yang menyangka mandiri itu dengan menikah dan berumah tangga. Bukan itu, tapi mandiri finansial dengan bekerja. Pengen punya kehidupan sendiri. Masih jauhlah yah kalau soal menikah. Menikah itu nggak gampang. Bukan itu yang saya maksud, tapi bekerja, bekerja dan bekerja.

Sekian dulu ceritanya. Udah hampir jam dua pagi. Mungkin pembaca agak terganggu dengan postingan saya kali ini. Tapi, ini sebuah kejujuran, pengalaman dari perjalanan. Tentu saja banyak pelajaran dan hikmah yang saya dapatkan dari kejadian beberapa hari di awal September ini. Postingan selanjutnya akan lebih inspiratif lagi, saya akan coba cerita soal Festival Museum 2013 di Gedung PKKH UGM dari tanggal 8 - 13 September di Yogyakarta. Saya memang nggak hadir dalam acara itu tapi Ayu teman saya ikut jaga stand di sana, menjaga stand Museum Sri Baduga Bandung. Ayu bekerja di sana saat ini. Teman saya itu bawa oleh-oleh foto acara di sana. Nah, saya kepikiran mengabadikannya menulis di blog ini. Tunggu postingan saya mengenai Festival Museum 2013 yaaa... :D

Rabu, 21 Agustus 2013

Akhirnya Menyempatkan Nulis Blog


Banyak hal yang pengin diceritakan di bulan Agustus ini. Entah kenapa banyak banget kendalanya, entah itu netbook yang mendadak error dan mesti di install, perjalanan mudik yang melelahkan dan sebagainya. Ah, rasanya seperti ada yang mengganjal berminggu-minggu. Belum lagi utang review buku, ampuuun. Mau cerita darimana ya? Banyak banget yang terjadi di bulan ini, rasanya nggak cukup nulis semaleman ini.

Mungkin saya orang yang tertutup jadi banyak hal yang belum diceritakan. Jujur aja salah satu yang buat saya kepikiran terus itu soal skripsi dan akhirnya baru selesai sidang akhir bulan Juli kemarin. Menginap beberapa hari di rumah dosen selama ujian. Memang nggak kepikiran wisuda Agustus, semua serba nggak di duga, lulus sidang aja udah harus bersyukur (alhamdulillah). Itu pun karena dorongan dan keinginan mamah yang pengin saya lulus, ya hanya ini yang bisa saya lakukan untuk membahagiakan mamah saat ini. Memang belum bisa kasih materi yang lebih buat membahagiakan mamah. Ditambah perjalanan mudik Bandung-Bogor-Tasik-Bandung yang cukup melelahkan. Lebaran kali ini nggak terlalu ramai seperti tahun lalu, teteh kumpul bareng keluarga suaminya mas Puji di Jawa, keluarga bi Teti dan Mang Didin (keluarga Cirebon) kebagian kumpul di Garut, keluarga dari Bekasi (almarhum mang Ade) juga nggak ada, alhasil kumpul bareng keluarga di Tasik aja. Itu pun tadinya mau kumpul di keluarga almarhum bapak di Bogor tapi kok rasanya gimana gitu, lebih nyaman memilih di Tasik.  Masih berbahagia masih bisa berkumpul sama enin (panggilan nenek), ponakan2 yang lucu2, paman, bibi dan saudara sepupu di Tasik.

Ditambah harus ngetik ulang dan itu rasanya T.T, ada leganya ada pegelnya. Jadi, saya mampir dan numpang nginep di kosan temen lama Ayu Septiani buat bantu ngetik dan ngedit. Kalo soal makanan nggak merepotkan yang empunya kosan pastinya ya, udah ada budgetnya, hehe. Temen lama saya ini yang paling setia sama jurusan yang kami ambil, sekarang pun kerjanya berkaitan dengan latar belakang pendidikan yang diambil, salut. Kalo temen2 seangkatan yang lain udah pada kerja di bidang yang nggak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan yang diambil. Selama di kosan temen lama saya ini sementara pinjem laptop miliknya. Mungkin merasa punya orang lain jadi nggak tega sembarangan ngetwit atau nulis blog. Kalo ngetwit bisa aja lewat hp kali ya.

Rasanya perjalanan sebelum lebaran, pas lebaran dan selesai lebaran banyak kejadian yang saya alami, ada hikmahnya juga dan tentunya menguras air mata, keringat dan sebagainya. Ada banyak hal, apa saja itu? nggak bisa dijelasin di sini satu per satu kayaknya, nggak cukup. Satu hal aja lebaran tahun ini lebih banyak memetik hikmah dan pelajaran aja dari tahun-tahun sebelumnya. Saya yakin badai pasti berlalu (udah kayak judul film aja ya), semoga aja amiin ya robbal 'alamiin... Masih banyak yang harus dilalui, selesai dalam akademik bukan akhir dari segalanya mungkin awal dari kehidupan yang sebenarnya penuh liku dan perjuangan. Hujan pun ada redanya, begitu pun cobaan pasti ada redanya (menghibur diri), seperti judul lagu "I Won't Give Up" itu lagu bener2 ajaib dan memotivasi. Terima kasih ya Allah swt sudah membangunkan saya dari segala hal yang yang saya alami selama ini. Sekian dulu, udah menjelang dini hari, ngantuuuk.... Sebenarnya masih banyak hal yang mau ditulis di sini.


Senin, 15 Juli 2013

Cerita Ramadhan

Marhaban Yaa Ramadhan :)) Postingan yang sempat tertunda menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Mohon maaf lahir batin, menyambut bulan Ramadhan. Sebenernya pengin cerita sesuatu yang sedikitnya ada hubungannya dengan Ramadhan. Alhamdulillah masih diberikan umur hingga masih bisa menikmati kebersamaan di bulan Ramadhan tahun ini. Meski nggak ada yang terlalu istimewa kali ini. Hmm, cerita soal umur dan kematian. Memang agak *jleb kali ya ceritanya ini tapi saya hanya berbagi apa yang saya dengar, saya rasakan dan saya pikirkan. Itu aja sih, moga ada manfaaatnya juga dibagi di sini.

Ceritanya saya lagi rajin dengerin radio nih akhir-akhir ini. Ada beberapa stasiun radio favorit saya di Bandung, kurang lebih ada lebih dari empat stasiun radio favorit di Bandung. Hari Selasa, 9 Juli 2013 saya nggak sengaja kupingin acara Siliwangi di radio Ardan, penyiarnya Dimasta. Berawal dari cerita sms yang dikirim Kiki di Setiabudi, mahasiswa Itenas, lalu di telepon oleh radio Ardan dan on air beberapa menit. Kiki menceritakan kisah hidupnya selama ini dia mengidap penyakit kanker usus semenjak duduk dibangku SMP sampai sekarang. Vonis dokter pada Kiki memang sedikitnya membuat dia agak down menjalani hidup. Ditambah Kiki tinggal bersama ibunya yang single parent karena bercerai dengan ayahnya. Kiki tetep semangat karena selalu diberi semangat oleh sahabat-sahabatnya juga ibunya. Denger cerita Kiki on air di radio bikin air mata ini nggak terasa udah banjir seketika, sedih hiks... :'( Terakhir dia request lagu I Won't Give Up, salut sama semangat hidupnya! Keren.

Ditambah baca novelnya Suyatna Pamungkas yang berjudul "Bidadari Kirmzi". Cerita soal Nayla yang harus berjuang melawan penyakit leukemia (kanker darah). Sekali lagi cerita dalam novel ini sukses membuat saya banjir dengan air mata.

Dan tiba-tiba aja malem harinya tanggal 13 Juli 2013, Annisa (pacarnya saudara sepupu saya M. Bangkit Pratama). Sebenernya nggak terlalu penting menuliskan saudara sepupu saya itu :) *just kidding. Awalnya cerita ngalor ngidul alias ngobrol nggak penting. Lama-lama Annisa cerita waktu bulan Maret katanya dia baru aja dari Tasik, sempet mampir di rumah teh Aida (istri saudara sepupu saya). Dia melayat teman kampusnya yang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Tragisnya keluarga temannya itu meninggal dunia sekaligus 3 (tiga) orang, yaitu bapak, ibu dan teman kampus Annisa itu. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Lemes juga saya dengar cerita sedih itu dari Annisa. Ya ampun, ditinggal anggota keluarga sekaligus tiga orang dan menyisakan tiga orang kakak beradik. Nggak bisa dibayangkan gimana perasaan tiga kakak beradik itu ditinggal tiga orang yang paling disayangi. Sepertinya kalau saya mungkin nggak akan sanggup mengalaminya :'(

Nah, kemarin baru selesai baca novel dari Randu Alamsyah yang berjudul "Selalu Ada Kapal untuk Pulang". Baca novel ini ada senyum, tawa, terakhir banjir air mata. Paling menyedihkan itu pas baca bab 23 sampai akhir cerita, itu nggak berhenti bercucuran air mata. Mungkin nanti akan saya bahas lebih banyak soal novel di review buku. Sekarang ini saya lagi pengin cerita soal umur dan kematian. Merinding? Memang, bikin saya  merinding.

Kenapa tiba-tiba cerita yang bikin merinding sih? Saya cuma sedikit menyinggung dengan bulan Ramadhan. Mungkin lewat cerita yang saya dengar dan saya baca, Allah swt secara nggak langsung sedang berbicara melalui hati saya soal kematian. Kalau dalam bahasa saya, mungkin begini "Hei, Arlin. Kamu mesti berbahagia karena masih diberi kesehatan dan masih diberi umur panjang hingga sampai pada Ramadhan kali ini." Kurang lebih mungkin seperti itu. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah swt, saya masih diberi kesehatan dan umur hingga detik ini.

Bukan untuk jadi cengeng tapi justru memotivasi diri agar memanfaatkan bulan Ramadhan kali ini dengan sebaik mungkin. Itu beberapa cerita di bulan Ramadhan yang berhasil menyentuh hati saya dan sukses membuat saya banjir air mata. Nah, adakah cerita menyedihkan atau membahagiakan yang teman-teman alami? Nggak usah sungkan share di sini ya... :)