Rabu, 15 Mei 2013

[Review] Pintu Harmonika



Judul buku: Pintu Harmonika                           
Penulis: Clara Ng & Icha Rahmanti                                           
Penerbit: PlotPoint Publishing
Cetakan: Januari 2013
Tebal: ix + 307 halaman
ISBN: 978-602-9481-10-5 
Harga: Rp 54.000                       






Menemukan Surga Di Belakang Ruko
Dijual cepat: S U R G A!
Punyakah kamu surga di Bumi, tempatmu merasa bebas, terlindungi dan begitu bahagia hanya dengan berada di situ? 

Petualangan tiga remaja yang bernama Rizal, Juni dan David  menemukan surga lewat ketidaksengajaan: Buka pintu harmonika, berjalan mengikuti sinar matahari dan temukan surga. Melalui catatan Rizal, Juni dan David melewati hari-hari mereka bermain bersama, Surga membuat mereka menemukan bukan hanya sahabat, tetapi juga saudara dan keluarga.

Meski mereka berbeda usia, hanya karena Surga di belakang ruko tempat tinggal mereka akhirnya mempertemukan ketiganya. “Surga gue dikelilingi ilalang. Temboknya bau pesing dan apek. Tapi, waktu pertama kali gue menjejakkan kaki di sini, tiba-tiba gue merasa aman. Padahal situasi tempat ini cocok banget buat setting film sadis yang melibatkan psikopat. Tanah kosong, reruntuhan tembok, rumput tinggi, graffiti nama geng nggak jelas.” (hal. 9).
            
“Disitu, dalam hening, dalam bengong, tiba-tiba gue merasa pipi gue basah. Hati gue rasanya seperti di remas. Lama-lama bahu gue bergoyang-goyang seperti digoncang gempa delapan skala Richter. Gue kepingin berhenti tapi nggak bisa. Gue ingat ibu. Rasanya sakit banget. Gue nggak bisa. Gue nggak terima.” (hal. 9). Disitulah pertama kali Rizal bertemu David yang sedang mencari Juni di tanah kosong belakang ruko tempat tinggal mereka. Mulailah persahabatan di antara mereka terjalin. Mereka sering mengunjungi Surga untuk bermain bersama. Rizal asik berselancar di dunia maya, Juni yang serius dengan buku bacaannya dan David yang senang baca koleksi komik Detektif Conan milik Juni.

Ketika suatu hari Surga mereka terancam dan akan berakhir, semangat mempertahankannya membawa mereka pada sebuah petualangan lewat tengah malam. Mencoba mempertahankan Surga mereka sebagai ruang suaka bagi mereka di bumi.
             
“Gue nggak tahu banyak soal tanah – surga kami – selain katanya tanah itu adalah tanah sengketa kepunyaan sebuah perusahaan. Waktu krismon mereka terpaksa membatalkan rencana membangun ruko untuk kantor mereka cabang  di daerah sini. Ada gossip nggak jelas, sesuatu tentang rebut-ribut antara pemegang sahamnya, atau apalah. Gue nggak peduli dan nggak kepingin tahu juga, sih. Yang gue tahu, sengketa tanah itu seolah dirancang Tuhan supaya gue dan “adik-adik” gue punya suaka, surga di bumi. Sampai detik ini kami belum siap kehilangan itu.” (hal. 31).
            
Apakah Rizal, Juni dan David akan rela melepaskan Surga, sebuah ruang suaka bagi mereka di bumi? Melepasnya dengan merelakannya dijual dan jatuh ke tangan orang lain kemudian dibangun menjadi sebuah bangunan. Memang sangat berat melepas Surga bagi Rizal, Juni dan David. Ketiganya sudah merasa sangat dekat dengan Surga.
            
“Aku nggak pernah menulis diary, apalagi ngeblog, tapi seharian ini dikerem di rumah, suntukku tumbuh sampai ke ubun-ubun. Bikin aku kepingin marah-marah terus. Waktu sempat papasan dengan Suhu kemarin di Surga, aku di tegur habis. Katanya, “Jun Fan Gang Fu, jelek kali muka kau itu. Cemberut terus. Kenapa?” (hal. 137). Itulah catatan harian seorang tahanan rumah yang bernama Juni. Ketika diskors, Juni tidak boleh kemana-mana.. Tapi Surga, menjadi pengecualian di kepala Juni karena bukan termasuk melanggar peraturan yang dibuat oleh ibunya. Tidak boleh ke mall, ke rumah bacaan, ke toko buku atau ke rumah sahabat-sahabat Juni. Secara teknis, kabur ke Surga bukan melanggar aturan bagi Juni.
             
Hubungan kurang baik antara Juni dan ayahnya karena kasus di sekolahnya dengan Manda. Melihat ayahnya terlihat sibuk menelepon, kedengarannya seperti berusaha mendapatkan order untuk toko sablon mereka. Semakin menambah rasa bersalah Juni karena telah membuat ayahnya kehilangan salah satu klien penting, yaitu orang tua Manda. Semakin lama usaha ayah Juni semakin surut dan terpaksa harus menjual ruko miliknya. Setumpuk masalah keluarga yang dialami Juni membuatnya selalu berkunjung ke Surga untuk menangis sesegukan di sana.
            
Terlalu banyak kenangan di antara mereka bertiga. Juni teringat celetukan polos David saat mereka sedang mengobrol santai di Surga tentang cita-cita.
            
“Aku mau jadi dokter, Kak,” kata David yakin.
            
“Loh, nggak mau jadi detektif? Labil kali kau!” goda Master, yang ternyata menyimak obrolan kami, sekalipun tatapannya terpaku ke hadapan laptopnya.
            
Ada kalimat David yang terlampau dewasa melebihi usianya yang masih kecil. “Aku harus jadi orang kaya supaya Mama nggak usah kerja lagi. Soalnya hidup Mama kayaknya berat banget harus menghidupiku sendirian,” (hal. 174).

Meski terbilang paling muda antara Rizal dan Juni, David pun mempunyai banyak kenangan dengan Surga yang dia tulis dalam Catatan David Christian Hadijaja. “Sejak saya bisa mengingat, tanah di belakang ruko Mama memang nggak pernah dibangun. Menurut kesaksian pak Solihin (Satpam resmi kompleks ruko kami), awalnya di atas tanah itu akan segera dibangun sebuah ruko dengan desain khusus supaya menjadi sebuah kantor cabang. Baru setengah jalan, terjadi kredit macet. Akhirnya, proses pembangunan kantor cabang itu terhambat.” (hal. 199). Banyak yang dilakukan untuk mencari informasi mengenai Surga (tanah kosong di belakang ruko milik Mama David), mulai dari internet pertanyaan lebih mendalam pada pak Solihin. David berusaha mencari informasi tentang Surga layaknya seperti seorang Detektif kecil yang sedang berusaha memecahkan sebuah kasus penting.

David memang sangat terpengaruh tokoh Detektif Conan yang sering dibacanya dari koleksi buku milik Juni. Ada sosok yang mirip Detektif Conan yang mirip dengan David, kecil, kurus, kepala besar, berkacamata. David semasa kecilnya dulu selalu ketagihan minta dibacakan buku oleh Juni. Sampai akhirnya David bisa membaca sendiri dengan sangat lancar. Juni dan David mulai menekuni kasus-kasus di buku Klub Detektif dan Serial Detektif Cilik bersamaan. Tentu tempat yang paling nyaman untuk membaca koleksi buku milik Juni adalah Surga. David dan Juni selalu betah membaca buku di Surga.“Keadaan semakin aneh dan tidak masuk akal. Tahukah kamu apa yang saya temukan di atap tadi siang? Benda hitam di tiang jemuran itu adalah – bulu!. Saat melihat sesuatu yang berwarna hitam di dekat tiang jemuran, saya memberanikan diri untuk mendekat. Saat itulah saya menyadari bahwa benda tersebut adalah bulu.” (hal. 213).

Kisah David yang sama sekali tidak mengenal sosok ayahnya. David sudah ditinggal ayahnya sejak bayi. Ayahnya minggat dari meninggalkan Mamanya dan David yang masih bayi. Ayah David seorang penjudi dan suka main perempuan.
            
Ada sebuah kalimat yang dibuat David dalam poster buatannya, “Music is Life, that’s why our hearts have beats.” David memang menyukai musik dan senang bermain piano. Perjalanan David dan Mamanya ke Singapura untuk menonton pertunjukkan musik itulah yang selalu sering menjadi pemicu semangat David kalau sedang malas latihan piano. Ditaruhnya souvenir Merlion supaya menjadi pengingat agar David tetap bersemangat saat latihan piano terasa sangat membosankan.
             
Penjualan kue malaikat Mama David yang terkenal itu menurun drastis. David menemukan kue malaikan Mamanya itu tidak mempunyai mulut. Biasanya, kue malaikat itu selalu tersenyum, seolah berkata bahwa walau apapun yang terjadi, semua akan baik-baik saja. Kue malaikat buatan Mama David memang seperti itu: memberi harapan.
            
Asal-usul kue malaikat itu David dapatkan dari gabungan dua cerita Mamanya dan mendiang Oma Diana. 
           
Apa pula hubungannya dengan pencitraan Rizal, masalah Juni di sekolah dan bulu hitam misterius yang berpendar cantik temuan David serta suara-suara misterius di atap rukonya? Lalu bagaimana nasib Surga (tanah kosong di belakang ruko) itu? Novel ini belajar bagaimana menghargai arti seorang sahabat, teman dan keluarga. 
            
Pintu-pintu ruko itu tertutup, secara jelas berbentuk seperti alat musik harmonika yang siap dimainkan. Tidak heran namanya pintu harmonika.

Novel ini bercerita tentang remaja. Gaya bahasanya yang akrab dengan dunia remaja memang pas untuk genre remaja. Gaya bahasa dari ketiga tokoh ini terlihat kontras yang menandakan adanya perbedaan karakter di antara ketiga tokoh tersebut.

Novel “Pintu Harmonika” ini setelah terbit bukunya juga direncanakan akan segera difilmkan. Selamat membaca dan menanti filmnya yang akan segera tayang. Terakhir saya kasih 4,5 dari 5 bintang (4,5 / 5).

  

14 komentar:

  1. reviewnya keren kak :D
    bahasanya juga gak susah dimengerti
    keep review-ing buku ya kak :D
    GBU

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip deh kalo bahasanya susah dimengerti. Makasih ya udah mampir di blog ini :D

      Hapus
  2. Reviewnya bagus kok Kak. Tapi, rasanya kayak menyibak semua isi buku, jadi penasarannya hampir 60% terbuka disini. Tapi, itu tetep keren kok, serasa menyuruh pembaca buat cari tau sisa-sisa kepingan penasarannya. Hehe...

    Oh iya, aku juga bikin review tentang Pintu Harmonika ini. Boleh dong Kakak visit ke blog resensyifa.blogspot.com, sekalian deh follback aku asysyifaahs-world.blogspot.com. Hihi...Maaf jadi promosi nih xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dibuat terbuka biar jelas tiap bagian tokoh karakternya. Sip, nanti aku mampir di blognya ya. Makasih juga udah mampir di blog ini :D

      Hapus
  3. Buku yang menceritakan ttg persahabatan 3 orang, kisah yang memperjuangan bascamenya yang mereka sebut rumah surga.

    Reviewnya bagus kak. Kayak lagi baca bukunya hehe tapi aku belum temuin konfliknya yang bener-bener greget bgt ya.

    Jadi pengen baca bukunya deh hehe
    Jarang2 genre buku yg kyk gitu.

    Twitter: @Santiyapra

    BalasHapus
    Balasan
    1. Happy reading. Makasih ya udah mampir di blog ini:D

      Hapus
  4. seruuuu
    tiap org punya presepsi sendiri tentang surganya
    jd pengen bacaaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayooo diserbu bukunya. Makasih ya udah mampir di blog ini :D

      Hapus
  5. jadi kepengen baca buku ini :) apalagi katanya akan difilimkan :) nice post

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silakan :) udah tayang filmnya loh mbak..
      Makasih ya udah mampir di blog ini :D

      Hapus
  6. Reviewnya menarik, kak Arlin :)
    Jadi pengen baca bukunya, pengen juga nemuin "surga" sendiri *masukin ke book wishlist ah* :D

    Keep reviewing kak ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bikin nangis di pojokkan pas baca endingnya, hiks...
      Makasih udah mampir ya :D

      Hapus
  7. Sempet ragu-ragu untuk beli buku ini, tapi setelah baca review kak Arlin jadi penasaran deh, kayaknya harus masukin ini dalam whislist buku.bulan ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus kok bukunya, bukan promosi ya tapi memang bagus ceritanya. Happy reading. Makasih juga udah mampir :D

      Hapus