Rabu, 01 Mei 2013

[Review] Paris: Aline

Judul buku: Paris: Aline
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Gagas Media
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal: x + 214 halaman
ISBN: 979-780-577-8




Paris punya banyak sekali tempat menarik: Sacre Coeur, kafe-kafe di St. Germain, kanal de l’Ourcq, Quartier Latin yang kutinggali di 5eme arrondissement, Eiffel yang klise itu kalau mau gampangnya. Mengapa Place de la Bastile ini yang dia jadikan tempat pertemuan? Pukul dua belas malam pula. Orang itu sudah tak waras atau apa? Bagaimana kalau tiba-tiba ada kepala transparan yang muncul… atau bayangan tempat tidur penuh paku, atau suara-suara jeritan meminta tolong –

Kupandang hiasan dinding – atau lebih tepatnya mantan hiasan dinding – porselen di tanganku. Keretakannya sama sekali tak bisa ditutupi, malah semakin jelas dengan lem kekuningan yang membuat fragmen-fragmennya menempel satu sama lain. Menyatukan porselen tersebut bagaikan bermain bongkar pasang terumit, menghabikan waktu luangku yang bisa dibilang langka. Namun, apa boleh buat, aku sendiri yang cari-cari masalah.

Berawal dari si… oke, lebih baik tidak kusebut namanya. Panggil saja dia Ubur-Ubur. Jadi, Ubur-Ubur adalah koki di bistro Indonesia tempatku bekerja paruh waktu – sama sepertiku, dia juga berasal dari Indonesia. Aku sudah lama menyukainya (hal terbodoh dalam seumur hidup), berharap suatu saat dia akan memperhatikanku, tetapi kemarin lusa baru aku sadar bahwa laki-laki yang sangat self-centered, sangat pintar (baik dalam hal otak maupun kuliner), sangat oke (paling tidak sebelum aku menyebutnya ‘ubur-ubur’) tidak mungkinlah melirik gadis seperti aku. Baru aku sadar, memangnya siapa aku berani-berani mengharapkannya? Si Ubur-Ubur lebih memilih rekan sesame kokinya, L’impressionnante Mademoiselle Lucie, yang bila dibandingkan denganku ia bagaikan sebongkah zamrud – sedangkan aku kerikil. Aku pendek, Lucie jangkung; aku berkulit kecoklatan, Lucie seputih losion; aku tidak mirip artis siapa pun, Lucie mirip Marion Cotillard. Mengapa aku terlambat mengetahui bahwa si Ubur-Ubur seleranya tinggi?
Aeolus Sena.

Yang pertama kali terpikir olehku adalah salah satu karakter manga favoritku: Aiolos de Sagittaire. Nama mereka mirip. Kemudian, aku menggeleng, sadar bahwa itu tidak penting.

Aku bersandar, menghela napas. Menatap porselen tersebut. Sebaliknya, kucari tahu saja tentang Aeolus Sena ini. Mungkin dia pembuatnya?

Tapi, buat apa? Kalau dia membuang benda ini, berarti dia tidak butuh , kan? Lagian, Aeolus Sena jelas nama laki-laki. Laki-laki suka warna ungu?

Warna yang sangat bagus. Tulisannya juga. Dan, kata petugas kebersihan tadi, harga porselen ini tidak murah.

Akhirnya, aku mengirim pemberitahuan ke alamat e-mail Aeolus Sena yang entah masih aktif atau tidak. Aku bahkan nyaris yakin takkan mendapat jawaban, tetapi sungguh mengejutkan karena tak sampai sejam kemudian, emailku dibalas.

Allo. Makasih banyak e-mailnya. Dari Indonesia juga? Oke kalau gitu. Kita ketemu nanti di Place de Bastille pukul 12 malam.

Aku ingat cara kak Ezra memeriksa porselen itu, dengan gerakan pelan dan terkadang ragu-ragu, lalu mengambil kesimpulan.

“Yang bikin perempuan.”

“Eh, memangnya porselen itu bukan bikinan kamu, ya?” tanyaku sekonyong-konyong.

“Hm?”

“Di bawahnya ada tulisan ‘Aeolus Sena’. Saya kira yang bikin kamu. Tapi, kata Kak Ezra, yang bikin perempuan. Bener?”

Senyum Sena memudar sedikit. Dia lalu memandang ke luar jendela, ekspresinya sulit ditebak.

“Sebenarnya, tulisan di bawah itu bukan Cuma ‘Aeolus Sena’, “ katanya. Tapi ‘A Aeolus Sena’. Cuma, mungkin karena pecah, huruf A-nya jadi terkelupas.”

Ini tentang sebuah pertemuan takdir Aline dan seorang laki-laki bernama Sena. Terlepas dari hal-hal menarik yang dia temukan di diri orang itu, Sena menyimpan misteri, seperti mengapa aline diajaknya bertemu di Bastille yang jelas-jelas adalah bekas penjara, pukul 12 malam pula?

Dan mengapa pula laki-laki itu sangat hobi mendatangi tempat-tempat seperti pemakaman Pere Lachaise yang konon berhantu?
_____________________

Novel yang berjudul “Paris: Aline” karya Prisca Primasari ini adalah novel pertama di tahun 2013 yang membuat saya tidak menunda membacanya berhari-hari. Hanya kurang lebih setengah hari saya membaca novel ini sampai selesai. Awalnya membaca novel ini tertarik dengan judulnya “Paris: Aline”. Yap, saya begitu tertarik dengan Paris. Kebetulan si tokohnya dalam novel ini bernama Aline, hey itu nama yang mirip dengan saya. Juga tokoh Aline ini pun mengambil jurusan sejarah di Paris. Semua serba kebetulan dengan saya rupanya. Itu menambah penasaran saya membaca novel ini.

Dalam setengah hari itu saya membaca novel ini di sore hari kemudian dilanjutkan malam harinya sampai selesai baca novel ini. Semakin penasaran setelah membaca halaman 71, penasaran dengan siapa itu Aeolus Sena yang misterius juga dengan porselen yang ditemukan Aline dan ingin dikembalikan pada pemiliknya Aeolus Sena.

Suka alur ceritanya yang bikin penasaran untuk terus membaca sampai akhir ceritanya dan menemukan misteri dalam diri Sena. Agak sedikit klise juga sih ada ya keluarga seperti pasangan Poussin yang tega mengurung Sena di rumah mereka seperti dalam penjara? Pasangan Poussin ini mengerikan sekali hampir seperti psikopat, menganggap Sena adalah anaknya, almarhum Nino yang sudah lima tahun meninggal dunia. 

Itu pun karena kesalahan mereka karena selalu menyiksanya, sampai memukul dengan beton? Ngeri banget, emang ada ya kenyataannya seperti itu? Mengharukan juga saat Aline memperjuangkan cintanya, Sena, sampai dia rela disekap di rumah pasangan Poussin ini berhari-hari dengan tumpukan ketikan tanpa makanan yang memadai. Sena membawa Aline keluar dari rumah pasangan Poussin dan bersumpah akan kembali, bersumpah demi Nino.

Paling mengharukan itu ketika Aline mengetahui tentang perasaan Kak Ezra padanya selama ini melalui sebuah DVD berisi film pendek dengan Kak Ezra sebagai pemerannya. Film itu berdurasi sekitar 15 menit. Cerita yang membuat berkaca-kaca membacanya. Greget juga kenapa si tokoh Aline ini tidak pilih Kak Ezra aja ya? Loh?! (ditoyor penulisnya #eh).

“Maaf…,” bisikku.

“Jangan,” ujarnya. “Saya sudah cukup senang bisa kenal Aline. Seperti yang sudah saya bilang, saya jadi mengetahui warna-warni lain. Jangan minta maaf”

Sedih baca percakapan antara Aline dengan Kak Ezra. Mata berkaca-kaca gini bacanya.
Karakter tokoh Aline di novel ini lucu, penuh warna-warni seperti yang Kak Ezra katakan. Meski kata si Ubur-Ubur itu katanya Aline itu nggak penting, kekanakan, tampang nggak banget. Juga seperti yang dikatakan Sena kalau Aline itu pikiran sempit, nggak percaya diri tapi sok kuat, melankolis tidak pada tempatnya, suka berjibaku pada hal-hal tidak penting. Terlepas dari itu semua, saya suka karakter tokoh Aline ini. Tanpa kehadiran si tokoh Aline dalam novel ini rasanya garing.

Suka alur ceritanya yang bener-bener bikin penasaran dan terus baca sampai akhir. Juga endingnya pun menarik. Sebenarnya keseluruhan ceritanya disajikan dalam sebuah diari yang ditulis oleh Aline untuk dibaca oleh sahabatnya, Sevigne. Hmm, jadi saya kasih bintang 5 dari 5 bintang untuk novel ini. Dari beberapa novel yang saya baca di tahun ini, novel “Paris: Aline” inilah yang mampu menarik saya untuk terus membacanya sampai akhir dan hampir kurang dari sehari saya menyelesaikan novel ini.

Ditambah ada kartu pos bergambar menara Eiffel yang terselip di dalamnya menambah kesan cantik pada novel “Paris: Aline” ini. Membaca novel ini seperti sedang berkunjung beberapa hari di Paris. Diajak berkeliling oleh si tokoh Aline dan sederet konflik dalam ceritanya.




Tentang Penulis




Prisca Primasari, penulis Éclair, Beautiful Mistake, dan Kastil Es dan Air Mancur Yang Berdansa, lahir di Surabaya, 22 Februari 1986.

Di waktu luang, lulusan prodi Sastra Inggris Universitas Airlangga ini sangat suka mendengarkan musik klasik, membaca novel dan manga, menonton film dan anime, mendengarkan K-Pop, makan dan menulis.

14 komentar:

  1. Salah satu wishlist saya, sampe sekarang belum keturutan, maklum mahasiswi belum bisa menghasilkan uang sendiri, hehe *eh malah curcol :D
    Saya belum pernah baca karyanya Prisca, sebagai bahan referensi, menurut mbak, dari semua novelnya Prisca yang paling mengena di hati yang mana nih??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga baru kenalan sama novelnya Prisca. Pertama baca ya novel Paris ini langsung mengena di hati ^__^

      Hapus
  2. Hai..
    Em, aku sebenarnya udah punya buku ini, tapi belum sempat baca. Dan, buku ini juga baru pulang setelah dipinjam dan di bawa ke malang hampir satu bulan.
    Setelah baca Review kamu aku jadi penasaran, deh! sesempurna apa novel ini, karena seorang temanku menilai novel ini masih kalah bagus sama Barcelona Te Amo.
    Ya, bagus nggak bagus emang relatif sih, soalnya adikku juga bilang ini salah satu buku yang bagus. Cara berceritanya nggak biasa. Aline bukan bercerita, tapi Aline sedang menulis buku diary'nya, dan kita pembaca bukan membaca cerita Aline, tapi membaca diary'Aline. Hehehe... ini baru katanya lho! Ah, habis baca buku terakhir ini, aku mau baca Paris aja, Barcelonanya di undur dulu.
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga suka Barcelona Te Amo tapi belum sempet baca ding hehe :p baru mau baca, novel itu juga nggak kalah bagus memang (acungin dua jempol). Makasih udah mampir ya :D

      Hapus
  3. jadi penasaran pengen baca novel ini. tokoh Aline dengan hebat bisa mengajak pembaca seolah-olah menjadi dirinya yang berada di Paris dengan hiruk pikuk kehidupannya.
    lengkap sekali review nya kakak ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, saya juga suka sama karakter tokoh Aline yang dibuat di dalam novel ini :)

      Hapus
  4. Novel Seri pertama #STPC oleh GagasMedia ini sebenarnya sudah saya baca. Tapi, sebelumnya saya sudah baca seri pertama #STPC oleh Bukune yang judulnya Last Minute in Manhattan dan buku itu berhasil membuat saya jatuh cinta. Dalam membaca buku ini, ekspektasi saya sangat tinggi berharap bisa seasik saya membaca Lat Minute in Manhattan. Tapi, saya nggak enjoy bacanya. Saya seperti maksa baca novel ini sampai habis karena selanjutnya saya mau baca seri kedua #STPC oleh Bukune yang judulnya Barcelona, Te Amo. Yah itu sih menurut saya sih mba tentang buku ini. Selera orang memang berbeda-beda :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, betul. Saya juga pengin baca Barcelona, Te Amo. Bagus novelnya :)

      Hapus
  5. Aduh reviewnya aja bener-bener bikin aku penasaran. Apalagi kalo baca isi novelnya ya? Jujur deh, aku baru tahu tentang novel Paris. Dan aku baru tau judulnya dari review di blog kaka ini.
    Novel paris harus masuk dalam daftar resensi novelku..hehe

    aku suka semua review kakak disini.. reviewnya lengkap.
    tapi kak~ kenapa nggak mengulas sedikit aja misteri di alur cerita ini? Tapi mengulasnya make bahasa kaka sendiri. Biar nambah kesan penasaran para readers-nya gitu..hehe, aku aja penasaran pengen tau misterinya tu seperti apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo udah dapet novel ini "Happy reading" ya :D Makasih juga udah mampir baca review2nya :)

      Hapus
  6. hai Kak, salam kenal ya..

    wuihh,, baca reviewnya jadi makin penasaran sama ceritanya ni..
    kayanya karakter Sena itu menarik deh, selain Aline tentunya. settingnya juga di Paris.
    bnr2 menggoda banget. hehehe,, :D

    Nice review kak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karakter kak Ezra juga keren hehe..
      Makasih udah mampir baca ya :)

      Hapus
  7. Novel ini sudah hampir satu bulan belum kesentuh di rak buku sampai sekarang, padahal dulu jadi wishlist selama berbulan-bulan entah kenapa belum ada keinginan buat ngebacanya.
    Tapi setelah baca review ini, jadi pengen baca. Besok kalau udah ada waktu luang coba baca paris deh :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayang tuh kalo cuma dianggurin novelnya, nggak nyesel beli deh..
      Happy reading :)

      Hapus